Adam Liung

Berbagi Bersama Dalam Membangun Peradaban

Sabtu, 17 Desember 2011

DAMPAK LINGKUNGAN DEMOGRAFIS TERHADAP KEHIDUPAN SAYA


Dalam mata kuliah manajemen pemasaran beberapa waktu lalu, mahasiswa yang mengikuti kelas  tersebut diberikan beberapa tugas, yang salah satunya meminta kepada mahasiswa yang bersangkutan untuk menjelaskan dampak dari salah satu komponen lingkungan makro terhadap dirinya. Pada kesempatan kali ini saya memilih untuk menjelaskan dampak dari pengaruh lingkungan demografis sebagai salah satu dari komponen lingkungan makro terhadap diri saya pribadi, karena menurut saya hal ini lah yang memberikani proporsi yang cukup besar terhadap perkembangan diri saya.
Menurut beberapa ahli, pemahaman terhadap kondisi  diri sendiri atas beberapa perbedaan yang sangat manusiawi tentunya dapat membantu menghantarkan diri kita pada satu tingkat kebijaksanaan. Jika Andrea Hirata dalam salah satu novelnya menyinggung  salah satu teori Einstein tentang relativias, yang dapat dianalogikan pada hidup yang berjalan seperti gerbong kereta diatas relnya, yang digempur oleh pengalaman-pengalaman yang diumpamakan sebagai cahaya yang melesat-lesat. Analogi eksperimen tersebut tidak lain karena kecepatan cahaya bersifat sama dan absolut, sedangkan waktu relatif, tergantung dengan kecepatan gerbong. Maka, pengalaman yang sama dapat menimpa siapa saja, namun sejauh mana, dan secepat apa pengalaman yang sama tadi memberi pelajaran pada seseorang, hasilnya akan berbeda, relatif satu sama lain.
Sejak dulu saya suka mengamati kehidupan dan orang-orang didalamnya, hal tersebut sangat menarik bagi saya pribadi, sehingga hal ini terkadang membuat saya sering memproduksi berbagai teori pribadi yang tetap menjadi privasi saya atas keadaan seseorang. Dalam kasus yang saya alami, adalah umum jika keadaan pasca bangku sekolah sering menyebabkan goncangan psikologi pada banyak orang. Menurut saya terdapat lima peran yang dijalani oleh teman-teman saya dan remaja pada umumnya pasca bangku sekolah. Pertama adalah mereka yang belum siap menghadapi keadaan tersebut mereka bingung terhadap langkah yang akan diambil, karena sebelumnya terlalu terlena oleh rutinitas non-produktif semasa sekolah, sehingga hal tersebut malah membumerang bagi kelangsungan hidup mereka, menyebabkan mereka menjadi pengangguran yang setiap harinya hidup dengan digerogoti keputusasaan dan pesimisme menatap masa depan. Kedua adalah mereka yang kebanyakan kembali mengikuti jalan yang dianut oleh orangtuanya, meski sebagian tanpa keahlian khusus yang dimiliki, mulai dari petani dan pedagang kecil, pekerja serabutan hingga kuli bangunan. ketiga adalah mereka yang mendapatkan pekerjaan dengan tingkat UMR yang wajar atau agak mendekatinya–lah. Mereka adalah teman-temanku yang bekerja menjadi pegawai honorer, serta bekerja pada industri-industri di kota-kota besar atau ibukota provinsi, seperti di palembang. Keempat adalah beberapa orang cukup beruntung (yang termasuk aku didalamnya), karena orangtuanya memiliki persiapan untuk masa depan anak-anaknya dengan memilih untuk melanjutkan mereka ke Perguruan Tinggi  Negeri  ataupun Swasta (meskipun itu pas-pasan). Kelima adalah teman-temanku yang mendapatkan peran superior, dengan status sosial yang dijanjikan secara instan. Hanya saja upaya yang dilakukan  orangtua mereka agak lebih ekstrim, dibutuhkan dongkrak dengan nilai nominal yang cukup besar untuk mendapatkan peran yang satu ini. Dengan kesamaan pandangan antara orangtua dan anak, bahwa memasukkan anaknya ke institusi pemerintah,  seperti Pegawai Negeri Sipil, serta Akademi kepolisian dan Militer merupakan investasi yang sangat menjamin.
Saya sangat menyukai peran baru ini, sebagai seorang mahasiswa pada lingkungan baru yang didalamnya terdapat orang-orang dengan komposisi  berbeda, baik berupa sifat dan prilaku yang sangat beragam, berasal dari berbagai daerah serta suku yang berbeda. Semenjak menjadi mahasiswa, pola hidup saya pun mengalami banyak perubahan, dari yang tidak tahu menjadi tahu. Terdapat dua lingkungan yang menurut saya sangat menarik untuk diamati dikarenakan lingkungan tersebut memberikan banyak sekali pembelajaran dan pengalaman bagi saya. Kedua lingkungan tersebut adalah lingkungan mahasiswa baik di dalam kampus yang mencakup kegiatan akademiknya dan lingkungan diluar kampus yang mencakup kehidupannya sebagai  perantau.
Di awal tahun kuliah hingga sekaran(semester IV), saya sering memperhatikan perilaku mahasiswa di kampus, karena menurut saya selain tempat belajar, manusia didalam kampus itu sendiri merupakan objek yang menyenangkan untuk dipelajari. saya menangkap beberapa hal yang secara langsung atau tidak langsung yang menunjukkan perbedaan antara setiap orang, mencakup tentang dirinya pribadi dan jurusan atau fakultas yang diambilnya. Secara tidak langsung, hal yang umum menjadi pengamatan saya adalah penampilan fisik dari sebagian besar mahasiswa setiap harinya mencerminkan tingkat pemahaman mereka atas pemahaman materi kuliah, kebiasaan, aktivitas rutin diluar jam kuliah, tren, perkembangan dunia dan informasi serta budaya konsumtif yang tinggi, yang tampak dari model pakaian, topik pembicaraan, penampilan fisik, serta gadjet dan kendaraan pendukung.
 Menurut saya, mahasiswa dari fakultas Hukum merupakan kumpulan mahasiswa yang tampak selalu ter-update atas perkembangan mode dan gaya, diikuti dengan fakultas lain seperti Ekonomi, Fisip (Fakultas Ilmu Sosial dan Politik), hingga Pertanian sebagai penutup. Sesungguhnya pernyataan ini bukan tanpa alasan. Ini dikarenakan sebagian besar dari mahasiswa fakultas tersebut (Hukum, Ekonomi, dan Fisip) merupakan kumpulan orang-orang yang lebih dominan berasal dari daerah perkotaan (termasuk didalamnya ibukota provinsi dan ibukota kabupaten seta kota madya) sehingga pemahaman mereka terhadap tren dan daya beli mereka lebih besar, karena pengaruh dari sesama mereka terhadap yang lainnya sangat besar. Berbeda dengan Hukum, Ekonomi, dan Fisip, mahasiswa dari fakultas MIPA (Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam), FKIP (Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan), Pertanian dan Teknik adalah mahasiswa yang lebih produktif dalam kegiatan akademis dan kegiatan organisasi. Saya sering melihat dan bertemu dengan kebanyakan dari mereka di perpustakaan, atau sibuk berkumpul membicarakan kegiatan organisasi dan mereka.
Diluar kampus, khususnya di lingkungan tempat tinggal para mahasiswa pendatang (termasuk daerah disekitar kampus dimana saya tinggal) secara tidak langsung terdapat perbedaan yang tampak dari mahasiswa yang berasal dari daerah Ibukota kabupaten, kota madya, dengan daerah kecamatan dan pedesaan. Hal tersebut salah satunya tampak dari pola konsumsi sehari-hari. Menurut pandangan saya, umumnya mahasiswa pendatang yang berasal dari daerah kecamatan dan pedesaan lebih cenderung efisien dan mandiri dibandingkan mahasiswa dari kabupaten dan kota madya. Salah satunya adalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, dimana mahasiswa yang berasal dari daerah kecamatan dan pedesaan lebih sering memproduksi sendiri kebutuhan konsumsi makan mereka sehari-hari, sedangkan mahasiswa yang berasal dari kota kabupaten dan kota madya lebih sdering mengambil jatah katering atau makan lepas di warung makan. Hal ini dikarenakan sebagian besar dari mahasiswa dari kecamatan dan pedesaan tersebut telah memiliki pengalaman dan tingkat kedewasaan yang lebih mandiri dibandingkan masyarakat kabupaten dan kotamadya. Umumnya mahasiswa dari Kecamatan dan Pedesaan telah lebih berpengalaman, karena sebelumnya saat SMP  dan SMA mereka telah terbiasa dengan suasana perantauan.
 Dari adanya pemahaman atas keadaan tersebut saya mendapatkan beberapa pengaruh yang besar terhadap diri saya. Sekarang saya menjadi suka olah raga. lebih sering dan tambah suka mempelajari ilmu lain selain program utama saya seperti pertanian, sosial budaya, dan  sastra serta pendekatan terhadap keagamaan yang semoga tumbuh positif. Rutinitas saya sehari-harinya mengalami perubahan. Setidaknya setiap hari saya menghabiskan sekitar satu jam untuk berolahraga,  karena sekarang dalam pikiran saya terdapat suatu faktor motivasi atas pencapaian tujuan yang positif yang tidak terlalu muluk-muluk, yaitu memiliki tubuh proporsional dan ideal. Hal tersebut tentunya bukan tanpa alasan, dari suatu buku yang beberapa saat lalu saya baca yaitu karya Prof. Dr. Siegfried Meryn, di sampul bukunya dia menyatakan bahwa “Tubuh saya, modal saya, cinta, dan sebuah kehidupan lebih baik”,  hal tesebut telah menjadi suatu motivasi untuk saya agar lebih memperhatikan kesehatan, keadaan diri dan orang lain, serta pendidikan dan pencapaian tujuan yang positif untuk masa depan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar