Adam Liung

Berbagi Bersama Dalam Membangun Peradaban

Jumat, 01 Juni 2012

Adam, Satu Hal yang Membuatnya Jatuh Bersama Para Titan

Allah menciptakan Hawa untuk menemani Adam yang kala itu merasa sepi, bahkan didalam surga yang tak terperikan indahnya.
Dengan Hawa, takdir Adam tertulis. Bahkan untuknya Surga sebagai harganya.
Hingga ia terhempas, dalam akutnya dunia yang mungkin saat itu dipenuhi para Titan dalam sekuel Yunani kuno.

                Jalanku sedikit berbeda. Aku semester enam sekarang, dan selama itu pula aku hanya bisa merasakan apa yang mungkin Adam Pertama rasakan sebelum Hawa-nya hadir di surga. Yah, untuk seorang mahasiswa masa ini terbilang cukup senior, bahkan untuk suatu status yang sebagian besar orang tak menginginkannya, "Jomblo". Semester pertama perkuliahanku aku memandang optimis hampir semua bagian kehidupan yang akan aku jalani dalam siklus kehidupanku di kampus selama beberapa tahun kedepan, termasuk jatuh cinta, dan melanjutkannya saat gadis yang menyebabkannya berkata iya untuk suatu ikatan hubungan.

                Gadis yang membuatku terpukau, terhanyut, hingga kaki bergetar, mulut terbata, dan semua konsep dipikiran buyar hanya karena melihatnya adalah gadis prodi tetangga yang kulihat saat mendaftar matrikulasi dulu. Efeknya terlalu parah, hingga saat ini aku bisa merasakannya. Tiga tahun harusnya cukup untuk menumbuhkan semak tebu yang dapat menghalangi pandanganku atas dirinya. Namun, tampaknya ada semacam konspirasi antar tiap indra dalam diri untuk berteguh diri mempertahankan posisi nya sebagai yang terbaik.

                Mungkin aku sudah terlalu jauh bermimpi untuk bisa bersamanya. Kenapa? yah jangankan mewujudkannya, untuk membuat ia mengenalku saja butuh waktu yang hingga saat ini belum bisa menjawabnya. Yah, kuakui adalah salahku yang terlalu ciut karena faktor konspirasi otak yang memerintahkan kaki untuk gemetar, mulut untuk terbungkam, dan lidah yang terbata. Dukungan teman tak memberikan efek positif, memperparah mungkin.

               Tapi meski begitu, selama tiga tahun ini ada juga kisah selipan yang kadang mengisi ruang-ruang kosong, atau hanya sebagai cahaya kecil seperti gula-gula yang memaniskan kue pancake ibuku. Dari teman se-jurusanku yang berinisial M, mahasiswi fakultas tetangga yang bernama Y, mahasiswi kesehatan yang berinisial Y, K, F, dan yang terakhir mungkin anak tetangga yang berinisial R.

               Awal masa kuliahku berjalan sebagaimana mahasiswa umumnya, datar dan sedikit bergejolak karena adanya proses pengenalan dan unsur promosi diri. Pada kondisi ini aku tetap terlalu kaku untuk gadis prodi tetangga yang dari awal kuceritakan sebut saja E, haha tidak apalah kawan sedikit identitas untuk melibatkan misteri yang sebenarnya mungkin jika kau googling cepat keluar hasilnya. Namun, masa ini juga memberikan kesempatan bagi kita untuk bisa lebih dekat dengan gadis-gadis dari kandang sendiri. Yah sebenarnya sih gadis-gadis dari prodiku banyak yang menarik, yah meski dalam sudut pandangku tidak sepadan dengan si E. Kondisi ini tetap saja sedikit mengkabutkan pandanganku dengan si E. Dekat dengan M ternyata menjadi sebuah cerita sendiri, M yang cenderung tampil dengan pakaian ketat cukup membuat aku tertarik (yah dalam hal ini mungkin faktor mata dan sisi gelap lebih dominan). Aku sangat dekat dengan M. Mulai dari sms-an hingga ia datang ke kamar ku untuk tidur siang, yah atau semacamnya lah. Ketertarikan atas M mungkin lebih dikarenakan hal negatif yang bercokol saat melihatnya, bukan cinta atau hal seperti itu. Namun, untuk sisi gelap saja ada harga yang harus dibayarkan. Bukan hanya aku yang tertarik, teman kus sebelah kamarku lebih dalam tertarik atasnya. Yah, kompetisi untuk hal ini tidak terlalu tampak sebenarnya, karena itulah aku, terlalu ciut untuk mengakui, atau lebih mirip seperti kucing air, mengaku tidak padahal iya. M tampak agresif untuk seorang gadis, dia tak segan datang sendirian ke kamarku, tidur dikasurku yang bahkan membuat aku melongo tak tahu harus berbuat apa. Tapi pengorbanan teman kos ku ini lebih besar untuk M yang menurutku terlalu berlebihan, hingga membuat aku berfikir untuk menyingkir.

            Masih disemester awal, aku juga aktif mencari link ke teman lain yang berada di Fakultas Hukum. Mahasiswi Hukum terkenal cantik, dan tak salah dengan rekomendasi temanku. Proses berjalan lancar dengan Y, hingga saat aku tahu kalau sebenarnya Y punya kedekatan dengan E yang bahkan sanggup membuat komplikasi kegagalan organ tubuh saat aku melihatnya. Mungkin langkah yang kuambil saat itu adalah salah, yah melepas Y begitu saja dengan kesempatan yang mungkin ada.

               Perubahan drastis mulai aku rasakan di semester empat, aku banyak terlibat dalam kegiatan luar seperti event-event. Aku banyak mengenal mahasiswi dari universitas dan perguruan tinggi lain. Aku mengenal K, Y, dan F hampir berurutan dalam waktu yang cukup singkat. Kedekatan dengan K dan Y seperti halnya M, lebih dikarenakan sisi gelap yang tak diperkenankan bagi seorang muslim. K dan Y hanya bisa menghadirkan dosa karena tentu pikiran kotor yang aku dapatkan jika aku bersama mereka, yah mungkin baik karena tuhan selanjutnya memberiku kesempatan untuk mengenal F. F yang sangat menawan, modis, dan kompleks dalam urusan kecantikan ini tampak sekali memiliki ketertarikan denganku. Yah, akupun demikian, dan tentu saja ini bisa terwujud seandainya aku bukan sebagai orang jahat. Jahat, yah karena saat itu F adalah milik orang lain, meski F sendiri bersedia untuk bermain membelakangi kekasihnya untuk bersama ku, hahaha. Komplikatif!!! Aku tetap menjalaninya dengan kebahagiaan, tak peduli pacar atau kekasi orang lain. Inilah kesempatan pikirku saat itu. Menjalani hubungan dalam bayangan dengan F tak sepenuhnya nyaman. Aku tetap merasa bersalah. Rasa bersalah ini menjadi tertuntaskan saat orang yang dulu saat SMA sempat membuatku seolah menjadi pejuang cinta tersulit hadir ke tempat ku Kuliah. Disini, dalam masa ini cukuplah ceritaku dengan F, karena sosok D seolah menjadi jawaban, padahal nyatanya tidak!!!

                Beberapa bulan kemudian D menemukan pendampingnya yang terus-menerus berganti dan di publish di FB nya, dan aku hanya jadi penonton yang melongo bodoh dan menggerutu, karena pilihannya tak lebih baik dariku (dalam sudut pandangku). Yah aku menulis ini dalam keadaan kesal bercampur emosi yang meluap-luap, melihatnya begitu mesra dengan pasangannya yang terupdate, sedang aku hanya mengenang kisah tentang aku dan dia selama SMA yang meski kumanipulasi tak selalu manis hasilnya.

                Selang libur semester yang cukup panjang aku pulang ke kampung halamanku, dan kalaupun aku mau saat itu banyak kesempatan yang ditawarkan sisi gelap untuk masuk kesana. Aku mengenal M dan lebih bayak lagi dan bertemu dengan N, keluarga jauh yang sedikit ekstrim dengan hubungan pria-wanita. Hahahaha, inilah kesempatan yang mengubah pola pikirku. Aku merasa seolah seorang yang layak mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Semuanya hanya selingan.

               Awal semester lima banyak perubahan dan angin segar yang kurasakan. Aku mengenal bule Australia yang membuat aku sempat kesem-sem dengan nya, ahhahaha... mungkin jauh panggang dari api judulnya. Tapi dibalik semua itu aku dekat dengan R, mahasiswi prodi tetangga yang manis, relijius, dan pintar, seperti halnya E. Kedekatanku dengan R dari prodi sebelah ini disertai juga dengan kedekatanku dengan R lain, sahabat temanku dari fakultas Teknik.

              Kedekatanku dengan R dari prodi sebelah terganggu karena klaim sepihak dari teman kelasku yang seenaknya saja menganggap bahwa ia hanyalah yang berhak mendekatinya. Tapi sebenarnya aku tahu R tak memiliki rasa apapun dengannya, karena R terlalu dekat denganku saat itu. R lain tampaknya juga begitu, aku bisa merasakan bahwa R Teknik cukup bisa menerimaku. Nasib berkata lain, mungkin kedua R tak terlalu berjodoh denganku.

              Sekarang aku ada di semseter enam dan poting ini kutulis saat aku merasa sedikit frustasi lantaran kondisi jomblo yang menimpaku. Obrolan kemarin yang memposisikan status kami para jomloers sebagai kaum kelas dua membuatku sepenuhnya mencari tempat curhat, dan kupikir blog adalah tempatnya. Hahahaha, aku tak berharap orang akan membacanya. Aku tak akan mempublish cerita ini seperti tulisanku yang lalu. Kalaupun kau membacanya ini hanyalah keberuntungan atau takdir yang tak disengaja.

             Aku tak sepenuhnya lemah dalam posisi ini, karena sesungguhnya aku hanya berada vdalam kondisi dimana aku punya pilihan yang sesungguhnya tidak terlalu sesuai harapanku.
            Sampai saat ini sebenarnya aku selalu terfokus untuk bergerilya mengamati E, hingga saat terakhir aku bertemu dengannya dalam keadaan aku yang acak-acakan dan tak siap. Sontak saja komplikasi kemacetan organ tubuh terjadi, dan tetap berlangsung hingga saat ini. Aku gagap, bingung, dan mati rasa didekatnya. Tapi tetap saja tak ada arti, karena ia tak mengenalku. Atau meski kenal hanya sebatas samar-samar tak jelas karena pernah bertemu atau terlihat sepintas baginya.
            Dilain pihak D yang sejak SMA menarik bagiku tak pernah menoleh untukku, malah sekarang sedah tamat dari kuliahnya, dan bertunangan dalam status Fb nya. Yah, dalam hal cinta-cintaan aku hanyalah pecundang bodoh yang pantas dibuang kedalam kumpulan para Titan didasar bumi dan palung laut tergelap.

"Kutulis seminggu pas sebelum aku Tiba di Thailand, dan dengan semangat optimis semoga disana Jomblo ku yang akut berakhir". Amiin.







Minggu, 27 Mei 2012

Satu hal komplikatif yang memberikan sensasi seumpama pedas manis dan gurihnya ikan bakar

Ada harapan yang tetap menjadi harapan
Ada harapan yang suatu saat akan diwujudkan
Ada harapan yang bahkan tak pernah diharapkan
Ada mereka yang tak punya harapan
Ada pula mereka yang selalu memegang harapan
Atau Harapan dalam sebungkus nasi ikan

Kawan, inilah ceritaku hari ini.
Punya teman sebaya, kompak dan sedikit nyeleneh adalah salah satu anugerah yang membuat seorang pemuda dengan jalan hidup yang datar-datar saja bisa menghargai jalan hidupnya sebagai salah satu manusia yang mendapat bonus berharga dari Allah. Aku mendapatkan itu, dan aku bersyukur atasnya.
Sekarang aku sudah duduk di smester enam. Cukup senior dengan dua level tingkatan dibawahnya. Sekarang semuanya mulai terasa. Dulu waktu awal semester muda aku dan sebagian besar mahasiswa sebaya ku (untuk cakupan FE khususnya) adalah sekelompok manusia dengan perasaan dan obsesi yang meluap-luap, obsesi yang aneh mulai dari memanjangkan rambut hingga berkelahi dengan senior dalam pertandingan sepakbola. Itulah sepotong cerita diawal masa kuliah kami.

Sekarang sudah semester enam, "aha" inisiatif seorang rekan mendobrak kebosanan yang cukup akut di semester ini. Rencana untuk sedikit merilekskan organ-organ yang  mulai penat lantaran kalimat-kalimat proposal yang mengarat di sendi-sendi kebebasan darah muda kami, "Touring", yaps "ide bagus" ketusku.

 Pujangga yang berorientasi budget

Minggu ini kita punya rencana buat kumpul bareng lagi, sambil jalan ke tempat yang asik plus murah (maklum bro kita kan mahasiswa pada umumnya yang berorientasi budget lol). Bagi kami mahasiswa Bengkulu, tempat asik ya daerah wisata. Umumnya sih wisata di kisaran Provinsi Bengkulu didominasi wisata sejarah dan alam yang cukup fresh. Nah si bro ngajak kita buat jalan ke Kemumu, tuh salah satu daerah favorit bagi wisatawan lokal (kalo aku prediksi sih ini lantaran kasus F, finansial maksudnya).

Secara singkat sih menurut informasi yang dikombinasiin dengan foto yang udah lama terpajang dikamar kos ku Kemumu itu ya semacam air terjun kecil yg ga bkl asik2 bgt. Ini lantaran foto yg tujuh bulan lalu aku pungut dari sisa-sisa stan Dinas Pariwisata pasca dihantam badai itu nunjukin kalo air terjunnya itu kelihatan ga asik, kecil. "Ah ini mah pancoran, di dusun nenekku jg ada" sisi gelapku berestim

Akhirnya hari H tiba, para pujangga yang berorientasi budget bin kere pun menancap gas. Perjalanan selama hampir dua setengah jam dengan pemandangan pantai yang curam, landai, unik dan mencekam pun kami temui.

Batu Balai, gundukan tanah yang mirip cake yummi


Salahsatu daerah yang menurutku sangat menarik sepanjang perjalanan kami adalah Batu Balai. Berjarak kira-kira 45 menit dari kota Bengkulu, daerah ini cukup setimpal dengan waktu dan pengorbanan untuk mencapainya. Batu Balai merupakan gundukan tanah yang terkikis oleh gempuran ombak yang kuat, lantaran si ombak ga berenti2 gempur jadi deh gundukannya kesisa setumpuk di tengan laut. Debur ombak yang menggaum dibawah tebing yang super curam, ditambah lagi tebing dengan reruntuhan tanah yang terabrasi semakin menyinggung hati kita buat cepet-cepet sadar, soalnya kalo aku sih langsung kebayang gimana kalo sampe jatuh ke air yang menyeruak berbuih-buih kayak sarang naga laut timur itu. Alih-alih mau nolong, orang mungkin lebih mau kalo disuruh baca surat Yasin. Kalo diperhatiin sih gundukan tanah yang terasing ditengah laut itu malah lebih mirip cake dari Amerika yang full kolor, eh fullcolour maksud ku, alias penuh warna kalo saudara/i pembaca agak ga kuat sama bahasa asing. Emang aku tau dari mana?? ya gini-gini aku juga punya tmen dari Amrik bro. Batu Balai emang recomended bgt bro. View yg aduhai, hembusan angin yang melambai-lambai dan mendayu-dayu, sajian kelapa muda, serta nuansa tenang yang mampu merefresh lagi otak yang udah kesempel sama uneg-uneg dan kebosanan.

Perjalanan berlanjut, tarikan gas tetap stabil dan semangat seiring dengan tarikan gas. Akhirnya kami tiba di kota sepi, ARMI, eh Arma.
Yaps aku sempat menduga kalo kota ini didiami zombie yang bercasing pocong, yang ngebuat orang lari ninggalin nih kota. Tapi buru-buru pikiran itu ku buang. Arma emg sedikit mirip kayak  kota  yg sepi ditinggal penduduknya lantaran ada virus berbahaya. Tapi lagi-lagi pikiran ini kubuang karena dugaanku salah. Mungkin emg Arma sepi, simpulku, dan perkiraan ini tetap kupegang.
Di Arma kami berhenti sejenak untuk menyiapkan akomodasi kawanan. Namun lagi-lagi, lantaran faktor F, para pujangga harus bahu membahu menopang akomodasi.
Eng-Ing-Eng, Ikan bakar,  ayam kuah yang bohai dan beberapa spesies unik makanan lainnya berhasil kami rekrut dari dana yang terbatas.
Sumpah ni tempat sejuk bgt masbro, view ny bagus, trus jangan ga nyebur deh rugii
Langsung aja setelah akomodasi terpenuhi para pujangga ini menuju TKP, eh destinasi tujuan (emg kriminal pke2 TKP). Kemumu, berjarak sekitar 15 menit dari kota zombie, dengan kontur jalanan yang menanjak, vertikal, 35 derajat (wuihh bhasanya kaya ahli navigasi aja) dengan view persawahan dan pemuda kampung yang pacaran diantaranya, dan anehnya hanya hitam-hitam kepalanya yang terlihat. Hati bertanya sedang apa gerangan???

Ah, kembali lagi ke tokoh utama kita. Para pujangga akhirnya tiba di gerbang Kemumu. Ternyata praktik sunat-menyunat bin korupsi sudah dimulai oleh orang-orang kampung di tempat wisata yang harusnya mampu menjadi salahsatu sektor yang menunjang pendapatan daerah ini. Ckckckck, dasar kau karedok basi. Padahal harusnya retribusi itu dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan fasilitas yang lebih baik lagi, agar kedepannya para wisatawan yang akan datang berkunjung

Setelah menuruni tangga seribu (yang ternyata setelah ku hitung cuma 200 tingkat), para pujangga terseok-seok ke tepian sungai untuk bersiap memenuhi kebutuhan alamiah mereka, MAKAN!!! 


Memang setelah sejauh itu menempuh perjalanan, sesuai dengan kepuasan dalam nuansa yang dibundel di sebungkus nasi ikan bakar ini. Nuansa tenang, gemericik air sungai, embun dari air terjun, serta kawanan pujangga yang seperti Hyena pasca puasa Romadon  membuat momen yang dinikmati saat ini jadi cerita asik yang layak dikenang suatu hari nanti
Nyebur dulu bro 

Pujangga lapar bak kawanan Hyena pasca puasa