Adam Liung

Berbagi Bersama Dalam Membangun Peradaban

Minggu, 27 Mei 2012

Satu hal komplikatif yang memberikan sensasi seumpama pedas manis dan gurihnya ikan bakar

Ada harapan yang tetap menjadi harapan
Ada harapan yang suatu saat akan diwujudkan
Ada harapan yang bahkan tak pernah diharapkan
Ada mereka yang tak punya harapan
Ada pula mereka yang selalu memegang harapan
Atau Harapan dalam sebungkus nasi ikan

Kawan, inilah ceritaku hari ini.
Punya teman sebaya, kompak dan sedikit nyeleneh adalah salah satu anugerah yang membuat seorang pemuda dengan jalan hidup yang datar-datar saja bisa menghargai jalan hidupnya sebagai salah satu manusia yang mendapat bonus berharga dari Allah. Aku mendapatkan itu, dan aku bersyukur atasnya.
Sekarang aku sudah duduk di smester enam. Cukup senior dengan dua level tingkatan dibawahnya. Sekarang semuanya mulai terasa. Dulu waktu awal semester muda aku dan sebagian besar mahasiswa sebaya ku (untuk cakupan FE khususnya) adalah sekelompok manusia dengan perasaan dan obsesi yang meluap-luap, obsesi yang aneh mulai dari memanjangkan rambut hingga berkelahi dengan senior dalam pertandingan sepakbola. Itulah sepotong cerita diawal masa kuliah kami.

Sekarang sudah semester enam, "aha" inisiatif seorang rekan mendobrak kebosanan yang cukup akut di semester ini. Rencana untuk sedikit merilekskan organ-organ yang  mulai penat lantaran kalimat-kalimat proposal yang mengarat di sendi-sendi kebebasan darah muda kami, "Touring", yaps "ide bagus" ketusku.

 Pujangga yang berorientasi budget

Minggu ini kita punya rencana buat kumpul bareng lagi, sambil jalan ke tempat yang asik plus murah (maklum bro kita kan mahasiswa pada umumnya yang berorientasi budget lol). Bagi kami mahasiswa Bengkulu, tempat asik ya daerah wisata. Umumnya sih wisata di kisaran Provinsi Bengkulu didominasi wisata sejarah dan alam yang cukup fresh. Nah si bro ngajak kita buat jalan ke Kemumu, tuh salah satu daerah favorit bagi wisatawan lokal (kalo aku prediksi sih ini lantaran kasus F, finansial maksudnya).

Secara singkat sih menurut informasi yang dikombinasiin dengan foto yang udah lama terpajang dikamar kos ku Kemumu itu ya semacam air terjun kecil yg ga bkl asik2 bgt. Ini lantaran foto yg tujuh bulan lalu aku pungut dari sisa-sisa stan Dinas Pariwisata pasca dihantam badai itu nunjukin kalo air terjunnya itu kelihatan ga asik, kecil. "Ah ini mah pancoran, di dusun nenekku jg ada" sisi gelapku berestim

Akhirnya hari H tiba, para pujangga yang berorientasi budget bin kere pun menancap gas. Perjalanan selama hampir dua setengah jam dengan pemandangan pantai yang curam, landai, unik dan mencekam pun kami temui.

Batu Balai, gundukan tanah yang mirip cake yummi


Salahsatu daerah yang menurutku sangat menarik sepanjang perjalanan kami adalah Batu Balai. Berjarak kira-kira 45 menit dari kota Bengkulu, daerah ini cukup setimpal dengan waktu dan pengorbanan untuk mencapainya. Batu Balai merupakan gundukan tanah yang terkikis oleh gempuran ombak yang kuat, lantaran si ombak ga berenti2 gempur jadi deh gundukannya kesisa setumpuk di tengan laut. Debur ombak yang menggaum dibawah tebing yang super curam, ditambah lagi tebing dengan reruntuhan tanah yang terabrasi semakin menyinggung hati kita buat cepet-cepet sadar, soalnya kalo aku sih langsung kebayang gimana kalo sampe jatuh ke air yang menyeruak berbuih-buih kayak sarang naga laut timur itu. Alih-alih mau nolong, orang mungkin lebih mau kalo disuruh baca surat Yasin. Kalo diperhatiin sih gundukan tanah yang terasing ditengah laut itu malah lebih mirip cake dari Amerika yang full kolor, eh fullcolour maksud ku, alias penuh warna kalo saudara/i pembaca agak ga kuat sama bahasa asing. Emang aku tau dari mana?? ya gini-gini aku juga punya tmen dari Amrik bro. Batu Balai emang recomended bgt bro. View yg aduhai, hembusan angin yang melambai-lambai dan mendayu-dayu, sajian kelapa muda, serta nuansa tenang yang mampu merefresh lagi otak yang udah kesempel sama uneg-uneg dan kebosanan.

Perjalanan berlanjut, tarikan gas tetap stabil dan semangat seiring dengan tarikan gas. Akhirnya kami tiba di kota sepi, ARMI, eh Arma.
Yaps aku sempat menduga kalo kota ini didiami zombie yang bercasing pocong, yang ngebuat orang lari ninggalin nih kota. Tapi buru-buru pikiran itu ku buang. Arma emg sedikit mirip kayak  kota  yg sepi ditinggal penduduknya lantaran ada virus berbahaya. Tapi lagi-lagi pikiran ini kubuang karena dugaanku salah. Mungkin emg Arma sepi, simpulku, dan perkiraan ini tetap kupegang.
Di Arma kami berhenti sejenak untuk menyiapkan akomodasi kawanan. Namun lagi-lagi, lantaran faktor F, para pujangga harus bahu membahu menopang akomodasi.
Eng-Ing-Eng, Ikan bakar,  ayam kuah yang bohai dan beberapa spesies unik makanan lainnya berhasil kami rekrut dari dana yang terbatas.
Sumpah ni tempat sejuk bgt masbro, view ny bagus, trus jangan ga nyebur deh rugii
Langsung aja setelah akomodasi terpenuhi para pujangga ini menuju TKP, eh destinasi tujuan (emg kriminal pke2 TKP). Kemumu, berjarak sekitar 15 menit dari kota zombie, dengan kontur jalanan yang menanjak, vertikal, 35 derajat (wuihh bhasanya kaya ahli navigasi aja) dengan view persawahan dan pemuda kampung yang pacaran diantaranya, dan anehnya hanya hitam-hitam kepalanya yang terlihat. Hati bertanya sedang apa gerangan???

Ah, kembali lagi ke tokoh utama kita. Para pujangga akhirnya tiba di gerbang Kemumu. Ternyata praktik sunat-menyunat bin korupsi sudah dimulai oleh orang-orang kampung di tempat wisata yang harusnya mampu menjadi salahsatu sektor yang menunjang pendapatan daerah ini. Ckckckck, dasar kau karedok basi. Padahal harusnya retribusi itu dapat digunakan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan pembangunan fasilitas yang lebih baik lagi, agar kedepannya para wisatawan yang akan datang berkunjung

Setelah menuruni tangga seribu (yang ternyata setelah ku hitung cuma 200 tingkat), para pujangga terseok-seok ke tepian sungai untuk bersiap memenuhi kebutuhan alamiah mereka, MAKAN!!! 


Memang setelah sejauh itu menempuh perjalanan, sesuai dengan kepuasan dalam nuansa yang dibundel di sebungkus nasi ikan bakar ini. Nuansa tenang, gemericik air sungai, embun dari air terjun, serta kawanan pujangga yang seperti Hyena pasca puasa Romadon  membuat momen yang dinikmati saat ini jadi cerita asik yang layak dikenang suatu hari nanti
Nyebur dulu bro 

Pujangga lapar bak kawanan Hyena pasca puasa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar